sejarah awal perseteruan
SH Winongo VS SH Terate
Kasus perkelahian antar perguruan silat
yang di motori oleh Persaudaraan Setia
Hati Terate (PSHT) dan Setia Hati winongo
atau di sebut STK (Sedulur tunggal kecer)
di karesidenan madiun akhir-akhir ini
sangat marak dan melibatkan masa
pendukung secara massif dan di sertai
dengan pengerusakan serta jatuhnya
korban jiwa.
Konflik yang berpangkal dari perbedaan
penafsiran dan klaim kebenaran tentang
ideoligi keSHan merambat hampir seluruh
karisedanan Madiun. Hadirnya konflik
tersebut juga meinimbulkan keresahan dan
ketidaknyaman berbagai lapisan
masyarakat. Arkeologi Kekerasan SH Terate
VS SH Winongo Perkelahian secara turun
temurun antar SH Terate dan SH Winongo
tidak lepas dari setting sejarah yang
melatarbelakangi.
Kedua perguruan tersebut awalnya
merupakan satu perguruan yaitu Setia Hati
(diawali berdirinya Sedulur Tunggal Kecer)
yang berdiri di
kampung Tambak Gringsing Surabaya oleh
KI Ngabei Soero Diwiryo dari Madiun pada
tahun 1903. Pada tahun tersebut KI
Ngabei belum menamakan perguruannya
dengan nama Setia Hati namun, bernama
“Joyo Gendilo Cipto Mulyo” hanya dengan
8 orang siswa, didahului oleh 2 orang
saudara yaitu Noto/Gunadi (adik kandung
KI Ngabei sendiri) dan kenevel Belanda.
Organisasi silat tersebut mendapat hati di
kalangan masyarakat sekitar tahun 1917,
yang mana Joyo Gendilo Cipto Mulyo
mealkukan demonstarsi silat secara
terbuka di alun–alun Madiun dan
menjadikannya sebgai perguruan yang
popular di kalangan masyarakat karena
gerakan yang unik penuh seni dan
bertenaga.
Pada tahun 1917 Joyo Gendilo Cipto
Mulyo bergati nama dengan Setia Hati.
Pendiri perguruan tersebut meninggal
pada tanggal 10 November 1944 dalam
usia 75 tahun, dengan meninggalkan
wasiat supaya rumah dan pekarangannya
diwakafkan kepada Setia Hati dan selama
bu Ngabei Soero Diwiryo masih hidup
tetap menetap di rumah tersebut dengan
menikmati pensiun dari perguruan
tersebut.
KI Ngabei dimakamkan di Desa Winongo
Madiun dengan batu nisan garnit dengan
dikelilingi bunga melati. Dan oleh berbagai
kalangan makam Ki Ngabei dijadikan pusat
dari perguruan Setia Hati. Dan pada Tahun
1922 Murid KI Ngabei Soero Diwiryo
mendirikan Setia Hati Teratai sebagai
respon untuk mengembangkan Pencak silat
dengan ideologi ke SH an.
Pertentangan Ideologi memulai memuncak
ketika pendiri SH meninggal yang mana
konflik tersebut di motori oleh dua murid
kesayangan Ki Ngabei Soero Diwiryo yang
mengakibatkan pecahnya SH dan terbagi
dalam 2 wilayah teritorial yaitu SH
Winongo yang tetap berpusat di Desa
Winongo dan SH Terate di Desa
Pilangbangau Madiun.
Konflik kedua murid merambat sampai
akar rumput sampai sekarang yang di
penuhi rasa kebencian satu sama lain.
Belum lagi konflik di perparah
kepentingan politik dan perebutan basis
ekonomi. Basis pendukung antar kedua
perguruan di bedakan oleh perbedaan
kelas juga. SH Winongo berkembang dalam
alan perkotaan dan basis pendukungnya
adalah para bangsawan atau priyayi
sedangkan SH Teratai berkembang di
wilayah pedesaan dan pinggiran kota.
Perpecahan kedua perguruan tadi juga
terletak dalam strategi pengembangan
ideologi yang satu bersifat ekslusif
sedangkan Hardjo Utomo ingin
membangun SH yang lebih bisa diterima
masyarakat bawah guna melestarikan
perguruan.
Melihat dari latar belakang tersebut
konflik yang tejadi adalah konflik identitas
yang mana kedua perguruan tersebut
saling mengklaim kebenaran pembawa
nilai Ideoligi SH yang orisinil dan
menganggap dirinya yang paling baik dan
benar. Klaim kebenaran terus menerus di
reproduksi sehingga membentuk praktek–
praktek diskursif yang saling meyalahkan
satu sama lain.
Konflik yang di gerakkan oleh klaim
kebenaran pemegang otoritas tunggal
ideologi ke SH an juga di dukung
olehkultur agraris masyarakat setempat
yang dalam kehidupan sehari-hari tidak
mempunyai kegiatan selain bertani untuk
memenuhi kebutuhan sehari –hari.
Tumbuh suburnya perguruan silat di
karesidenan Madiun juga di topang oleh
idelogi pencak silat yang di olah kebatinan
kejawen yang sangat familiar dalam
kehidupan sehari–hari.
Implikasinya kelompok silat menjadi suatu
yang itegral dalam kehidupan masyarakat
dan masyarakat juga ikut melestarikan
konflik di sebabkan tingkat partisipasinya
dalam kelompok silat sangat tinggi.
Hadirnya kelompok silat dalam masyrakat
agraris adalah sebuah media sosial untuk
melepaskan rutinitas sehari–hari dan
sebagai pelepas tekanan kemiskinan yang
sering di derita masyarakat petani.
Partisipasi masyarakat yang tinggi dalam
kelompok silat dan di barengi sentimen
ideologis yang kuat dan cenderung
emosional dalam bertindak seringkali di
manfaatkan oleh kelompok kepentingan
yaitu oleh para politisi lokal untuk
mendukung parpol yang di pimpimnya.
Fenomena tersebut bisa di lihat Mantan
Bupati Ponorogo Markum pada tahun
1998 lalu bergabung menjadi anggota
kehormatan SH Terate. Maka kelompok
silat yang jumlahnya ribuan sangat
potensial untuk mendukung kepentingan
parpol tertentu.
Hadirnya nuansa politisasi dalam sebuah
organisasi silat yang menambah rantai
konflik semakin panjang dan sangat sulit
untuk diselesaikan. Pertarungan eksistensi
antara SH Winongo dan SH Terate juga ber
imbas pada perekutan anggota sebanyak–
banyaknya. Dalam memperebutkan
anggota juga sebagai perebutan basis
ekonomi.
Penutup
Konflik Identitas antara SH Winongo dan
SH Teratai yang di mulai dengan klaim
kebenaran tentang pemegang teguh ajaran
ke SH an sekarang mulai merebak pada
perebutan basis ekonomi serta di
manfaatkanya kelompok silat sebagai
penyokong parpol tertentu.
Di lain sisi masyrakat pun ikut
melestarikan adanya konflik tersebut.
maka untuk menghindari adanya konflik
ideologis yang berkepanjanngan perlu di
lakukan tindakan yang tegas oleh aparat
kepolisian. Serta pemerintah daerah
setempat harus menciptakan media sosial
yang lain yang dapat membuat masyarakat
keluar dari rutinitas sehari-hari dan
terlepas dari berbagai tekanan sosial
ekonomi yang selalu menghatui.
SH Winongo VS SH Terate
Kasus perkelahian antar perguruan silat
yang di motori oleh Persaudaraan Setia
Hati Terate (PSHT) dan Setia Hati winongo
atau di sebut STK (Sedulur tunggal kecer)
di karesidenan madiun akhir-akhir ini
sangat marak dan melibatkan masa
pendukung secara massif dan di sertai
dengan pengerusakan serta jatuhnya
korban jiwa.
Konflik yang berpangkal dari perbedaan
penafsiran dan klaim kebenaran tentang
ideoligi keSHan merambat hampir seluruh
karisedanan Madiun. Hadirnya konflik
tersebut juga meinimbulkan keresahan dan
ketidaknyaman berbagai lapisan
masyarakat. Arkeologi Kekerasan SH Terate
VS SH Winongo Perkelahian secara turun
temurun antar SH Terate dan SH Winongo
tidak lepas dari setting sejarah yang
melatarbelakangi.
Kedua perguruan tersebut awalnya
merupakan satu perguruan yaitu Setia Hati
(diawali berdirinya Sedulur Tunggal Kecer)
yang berdiri di
kampung Tambak Gringsing Surabaya oleh
KI Ngabei Soero Diwiryo dari Madiun pada
tahun 1903. Pada tahun tersebut KI
Ngabei belum menamakan perguruannya
dengan nama Setia Hati namun, bernama
“Joyo Gendilo Cipto Mulyo” hanya dengan
8 orang siswa, didahului oleh 2 orang
saudara yaitu Noto/Gunadi (adik kandung
KI Ngabei sendiri) dan kenevel Belanda.
Organisasi silat tersebut mendapat hati di
kalangan masyarakat sekitar tahun 1917,
yang mana Joyo Gendilo Cipto Mulyo
mealkukan demonstarsi silat secara
terbuka di alun–alun Madiun dan
menjadikannya sebgai perguruan yang
popular di kalangan masyarakat karena
gerakan yang unik penuh seni dan
bertenaga.
Pada tahun 1917 Joyo Gendilo Cipto
Mulyo bergati nama dengan Setia Hati.
Pendiri perguruan tersebut meninggal
pada tanggal 10 November 1944 dalam
usia 75 tahun, dengan meninggalkan
wasiat supaya rumah dan pekarangannya
diwakafkan kepada Setia Hati dan selama
bu Ngabei Soero Diwiryo masih hidup
tetap menetap di rumah tersebut dengan
menikmati pensiun dari perguruan
tersebut.
KI Ngabei dimakamkan di Desa Winongo
Madiun dengan batu nisan garnit dengan
dikelilingi bunga melati. Dan oleh berbagai
kalangan makam Ki Ngabei dijadikan pusat
dari perguruan Setia Hati. Dan pada Tahun
1922 Murid KI Ngabei Soero Diwiryo
mendirikan Setia Hati Teratai sebagai
respon untuk mengembangkan Pencak silat
dengan ideologi ke SH an.
Pertentangan Ideologi memulai memuncak
ketika pendiri SH meninggal yang mana
konflik tersebut di motori oleh dua murid
kesayangan Ki Ngabei Soero Diwiryo yang
mengakibatkan pecahnya SH dan terbagi
dalam 2 wilayah teritorial yaitu SH
Winongo yang tetap berpusat di Desa
Winongo dan SH Terate di Desa
Pilangbangau Madiun.
Konflik kedua murid merambat sampai
akar rumput sampai sekarang yang di
penuhi rasa kebencian satu sama lain.
Belum lagi konflik di perparah
kepentingan politik dan perebutan basis
ekonomi. Basis pendukung antar kedua
perguruan di bedakan oleh perbedaan
kelas juga. SH Winongo berkembang dalam
alan perkotaan dan basis pendukungnya
adalah para bangsawan atau priyayi
sedangkan SH Teratai berkembang di
wilayah pedesaan dan pinggiran kota.
Perpecahan kedua perguruan tadi juga
terletak dalam strategi pengembangan
ideologi yang satu bersifat ekslusif
sedangkan Hardjo Utomo ingin
membangun SH yang lebih bisa diterima
masyarakat bawah guna melestarikan
perguruan.
Melihat dari latar belakang tersebut
konflik yang tejadi adalah konflik identitas
yang mana kedua perguruan tersebut
saling mengklaim kebenaran pembawa
nilai Ideoligi SH yang orisinil dan
menganggap dirinya yang paling baik dan
benar. Klaim kebenaran terus menerus di
reproduksi sehingga membentuk praktek–
praktek diskursif yang saling meyalahkan
satu sama lain.
Konflik yang di gerakkan oleh klaim
kebenaran pemegang otoritas tunggal
ideologi ke SH an juga di dukung
olehkultur agraris masyarakat setempat
yang dalam kehidupan sehari-hari tidak
mempunyai kegiatan selain bertani untuk
memenuhi kebutuhan sehari –hari.
Tumbuh suburnya perguruan silat di
karesidenan Madiun juga di topang oleh
idelogi pencak silat yang di olah kebatinan
kejawen yang sangat familiar dalam
kehidupan sehari–hari.
Implikasinya kelompok silat menjadi suatu
yang itegral dalam kehidupan masyarakat
dan masyarakat juga ikut melestarikan
konflik di sebabkan tingkat partisipasinya
dalam kelompok silat sangat tinggi.
Hadirnya kelompok silat dalam masyrakat
agraris adalah sebuah media sosial untuk
melepaskan rutinitas sehari–hari dan
sebagai pelepas tekanan kemiskinan yang
sering di derita masyarakat petani.
Partisipasi masyarakat yang tinggi dalam
kelompok silat dan di barengi sentimen
ideologis yang kuat dan cenderung
emosional dalam bertindak seringkali di
manfaatkan oleh kelompok kepentingan
yaitu oleh para politisi lokal untuk
mendukung parpol yang di pimpimnya.
Fenomena tersebut bisa di lihat Mantan
Bupati Ponorogo Markum pada tahun
1998 lalu bergabung menjadi anggota
kehormatan SH Terate. Maka kelompok
silat yang jumlahnya ribuan sangat
potensial untuk mendukung kepentingan
parpol tertentu.
Hadirnya nuansa politisasi dalam sebuah
organisasi silat yang menambah rantai
konflik semakin panjang dan sangat sulit
untuk diselesaikan. Pertarungan eksistensi
antara SH Winongo dan SH Terate juga ber
imbas pada perekutan anggota sebanyak–
banyaknya. Dalam memperebutkan
anggota juga sebagai perebutan basis
ekonomi.
Penutup
Konflik Identitas antara SH Winongo dan
SH Teratai yang di mulai dengan klaim
kebenaran tentang pemegang teguh ajaran
ke SH an sekarang mulai merebak pada
perebutan basis ekonomi serta di
manfaatkanya kelompok silat sebagai
penyokong parpol tertentu.
Di lain sisi masyrakat pun ikut
melestarikan adanya konflik tersebut.
maka untuk menghindari adanya konflik
ideologis yang berkepanjanngan perlu di
lakukan tindakan yang tegas oleh aparat
kepolisian. Serta pemerintah daerah
setempat harus menciptakan media sosial
yang lain yang dapat membuat masyarakat
keluar dari rutinitas sehari-hari dan
terlepas dari berbagai tekanan sosial
ekonomi yang selalu menghatui.
- Gaguk Givan II, Lindah Dwidodo Vaisal, Febrian Slankers Sejaty dan 85 lainnya menyukai ini.
- 45 dari 292
- Aguz Triyono Kapan. Negara. Kitta akan maju, aman, ttentram,, dann kuat, jjika antar pendekkarrr mmaasssih saallling mmerrasa paling benar,, kita semua beenarr.. Kita semua ppeendeekaar, kita semua ksaattrria.. Kkita adaalllah. Saaudara... Monggoo porro kaddang seedoyo,, satukan jiwwa. Pendekar kita untuk kedamaian daan kettteentramann.......... Salam PSHT LAMPUNG
- Kang Aliem Dewa Ruci Tak perlu saling memusuhi hanya karna beda simbul, marilah kita jaga ajaran ke SH an ,SH tak pernah mengajarkan permusuhan.
Jangan ngaku SH kalau belum bisa mengamalkan ajaran tersebut,baik TERATE ,WINONGO ,STK,ataupun yang lainnya,marilah kita lihat ...Lihat Selengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar